Kamu dan Aku adalah Kita




Blank...
Sejujurnya itulah yang aku rasakan memulai tantangan level pertama di hari #1.  Awalnya aku ingin mencoba mempraktekkan kepada anak pertamaku karena hampir 24 jam aku menghabiskan waktu dengan anak-anak.  Namun ketika berpikir kembali, rasanya aku ingin mencoba dengan belahan jiwaku, yah... jodoh yang diberikan Maha Pencipta untuk aku terima semua baik dan buruknya. 

Kami adalah dua orang yang berbeda, genre yang jelas berbeda, memiliki karakter berbeda, latar belakang keluarga dari asal budaya berbeda, dibesarkan di kota yang berbeda, dan banyak hal yang berbeda.  Namun dari perbedaan-perbedaan itulah semestinya kami bisa saling melengkapi kekurangan kami masing-masing.

Banyak hal beda itulah yang bisa jadi membuat kami terus belajar berkomunikasi dengan baik, agar terus sepaham dan sevisi dalam membentuk keluarga yang kami inginkan, InsyaaAllah menuju surga, aamiin....

Usia pernikahan kami yang tidak lama lagi memasuki 9 tahun, tidak bisa dikatakan mulus-mulus saja.  Terkadang beberapa kali merasakan miss komunikasi.  Mengingat kembali kesepakatan-kesepakatan yang dibuat di awal pernikahan, bahkan membuat beberapa komitmen baru dalam berkomunikasi.  "Bila waktu ingat dulu, waktu pertama kali bertemu, cintamu setengah mati, semua ucapanku yang paling benar, pendapatku yang paling penting, omonganku yang teristimewa..." hahahahaaa... (berasa banget lirik lagunya).  Tapi memang kenyataannya ketika mulai merasakan 'serunya' menjalani pernikahan karakter kami berdua tidaklah bisa diubah.  Tapi menyelaraskan perbedaanlah yang selalu menjadi solusi. 

Aku adalah seorang yang lugas, menyampaikan segala hal tanpa ragu.  Ketika marah, aku bisa bicara dengan tegas bahwa aku sedang marah, tidak suka dengan sesuatu hal, membicarakan dengan detil termasuk perasaan lainnya yang menurutku memang perlu untuk diketahui oleh kamu, suamiku.  Berbeda dengan dirimu yang lebih senang diam, menghindar, tidak ingin memperpanjang hal yang menurutmu ribet, namun jadi terkesan menggantung.  Yaah... itulah kelebihan dan kekurangan yang saling melengkapi.  Tapi apakah dengan perbedaan itu kita masih bisa berkomunikasi produktif?

Mungkin lebih banyak waktu yang kamu, suamiku habiskan di luar rumah dibandingkan denganku.  Justru itulah waktu yang singkat, ketika pulang kantor yang waktunya sering dihabiskan juga bersama anak-anak, atau pagi hari sambil bersiap-siap menuju kantor, disanalah kita berkomunikasi.  Berkomunikasi singkat, padat, dan jelas. 

Hari ini, aku mencoba menerapkan komunikasi  2C dan choose the right time.  Aku yang bisa menyampaikan sesuatu sambil mengerjakan hal lain, hari ini khusus dilakukan di saat kamu sedang duduk santai sepulang dari sholat isya di mesjid dekat rumah.  Yaah... sebelum kamu mungkin membaca berita-berita politik di hapemu, atau sebelum anak-anak mengerubutimu karena seharian tidak bertemu, dan mungkin sebelum tiba-tiba matamu tanpa sadar terpejam karena kelelahan seharian, uuppss...  Bukan pula seperti laporan, namun dengan kata awalan untuk membuatmu langsung fokus bahwa hal ini adalah penting.  

"Sayang, jadwal abang perlu diperiksa lagi deh", ujarku langsung . 

"Loh...kenapa?" sahutmu langsung fokus. 

Dan pembicaraan kita pun berlanjut, hingga akhirnya di saat yang tepat juga langsung melibatkan abang, anak pertama kami untuk menyepakati jadwal kegiatan hariannya. 

Yes.., It's Worth it! Jika saja aku terlambat sedikit menentukan kapan aku perlu bicara, sementara yang aku sampaikan terlalu panjang hingga kamu, suamiku disaat letih menjadi perlu berpikir keras, hal apa yang sebenarnya ingin aku sampaikan mengenai anak-anak di hari ini, padahal bukan 'hanya' sebuah obrolan ringan, bisa saja keinginan untuk mereview ulang jadwal abang yang harus segera di tentukan justru menjadi terhambat.  Atau bisa saja, hingga akhirnya kamu terlalu letih membuat kamu akan berpikir diujungnya, "Coba umi yang buat dulu", sementara jadwal dan kurikulum anak-anak kita juga butuh keterlibatan babahnya.  Dan bukan tidak mungkin akupun merasa tidak puas dan menjadi kesal karena dipaksa untuk berpikir sendiri.  "Dan....aakhhh..., entah apa lagi.  Semua bisa saja terjadi".
Komunikasi bukan hanya menyampaikan keinginan dengan sebuah pembicaraan, namun saling terlibat dan memahami bahkan mendapatkan solusi.  -@her.lya.inda-

Tanpa sadar hari ini I'm responsible for my communication result, menjadi sangat memudahkan.  Alhamdulillah.

Hari ini, pesannya nyampe, namun menjadikan komunikasi kami menjadi semakin baik, effisien dan akhirnya produktif adalah sebuah usaha yang tidak boleh cepat puas, terus belajar, sedikit gambling untuk menyesuaikan, semoga ke depannya menjadi lebih baik lagi... aamiinn..

Bagaimana dengan besok? hmm.... Baca ceritanya di singkat bukan berarti tidak ada day#2

#day1



*With LOVE,

@her.lyaa

Posting Komentar

1 Komentar

  1. Komunikasi yang produktif itu ternyata susah susah gampang ya mba. Semoga kita konsisten ya mba. Amin

    BalasHapus

Yuk tinggalkan komentar baik dan cerdas🤗

Terimakasih... 🙏