Ini adalah lanjutan ceritaku
kemarin. Cerita diskusi dadakan keluarga
kecil kami. Pertemuan yang lebih banyak
ngobrol dan cemal cemil biskuit plus minum teh tubruk hangat dan susu uht untuk
para bocah kesayangan. Dengan banyak celetukan disana-sini hingga
membuahkan keputusan proyek yang akan kami lakukan.
Berhubung aku yang mengajak pertemuan,
maka akulah yang memegang kendali.
“Babah, punya ide kita mau ngapain?”
tanyaku langsung.
“Belum..., kalo babah ngikut aja, boleh
ga?” fufufu...jawaban yang sangat tidak diinginkan.
“Ahaa...sebentar, adek pikir dulu ya...”
Adek berbicara sambil meletakkan jari telunjuknya di pinggir keningnya.
“Kalo abang? Gimana?” tanyaku ke anak
pertamaku.
“Umi... proyek itu apa?seperti yang
orang-orang kerjakan di luar waktu siang itu ya?”
“Maksudnya?”tanyaku berusaha untuk
memahami jalan pikirannya.
“Itu loh Umi, yang om banyak itu bagusin
jalan di depan. Kata umi, om itu lagi
ngerjain proyek.”
Seketika aku ingat pertanyaannya beberapa
waktu lalu, dan aku memang mengatakan bahwa orang-orang itu sedang mengerjakan
proyek memperbaiki jalan.
“Iyaa... proyek itu sebenarnya
mengerjakan sesuatu. Kebetulan om itu
memperbaiki jalan. Ada juga yang membuat
rumah, jembatan, atau suatu pekerjaan yang memerlukan rencana. Dan waktunya sudah dijadwalkan. Kurang lebih begitu sih.” Kataku mencoba
menjelaskan.
“Oh...poyek.” ujar adek tak mau kalah.
“Berarti kalo kita merencanakan untuk
belanja? Itu proyek juga atau bukan umi?
Kan dari rumah kita sudah rencana mau beli apa saja, belinya kemana. Kata umi sebelum kita pergi, kita rencanakan
dulu mau kemana?” tanya abang lagi.
“Waahh....adek juga mau!” Adek menimpali
dengan semangat.
“Bisa bang, kita mau jalan-jalan ke luar
kota, nah itu artinya kita buat rencana dulu, mau jalan-jalan kemana, naik apa,
ngapain.” Babah ikut menjelaskan.
“Itu berarti namanya proyek liburan ya? Abang
suka liburan. Mau naik pesawat, atau
kapal laut, tinggal dimana. Bener ya
umi?” abang mencoba memahami maksud proyek.
“Adek mau jayan-jayan. Ayo Umi jayan-jayan naik bus Gani. Adek beyum penah naik bus Gani. Bus Gani besar
sekali. Adek ga mau naik bus tayo.
Kecil..., ya Umi? Babah?” adek ikut menimpali.
“Hmm.... Jadi begini. Proyek itu bisa dikatakan sebuah pekerjaan
yang kita lakukan tapi sudah direncanakan dulu.
Proyek itu kita beri nama agar membuat kita lebih mudah, kira-kira apa
saja yang kita butuhkan dan persiapkan hingga proyeknya selesai, jadi, dan
keren. Kita sering loh buat proyek. Ingat gak?” tanyaku langsung.
“Proyek liburan ketempat bunda? Proyek
menyusun buku? Mengecat Kamar? Apa lagi ya?” sahut abang
“Adek suka! ngecat, susun mainan adek ya
Umi. Lap-lap, nyapu...” adek ikut
memberi tanggapan
Sepertinya proyek yang adek maksud
adalah proyek beres-beres. Hihiii...
“Iyaa....nah jadi, kita mau buat proyek
apa ini? Ayo babah, kasih ide dong!” aku sedikit memaksa babahnya bocah
berpendapat.
Hening seketika. Belum ada ide, yang ada obrolan ngalor ngidul
kemana-mana. Bocah kembali asik bermain
berdua. Kemudian beralih sibuk
masing-masing. Abang mulai menggambar,
adek ikut bermain crayon. Babah membaca
berita dari timesline, aku membuka whatsapp grup yang belum sempat terbuka hari
ini. Diskusi mandeg.
“Umi..., abang ada ide. Kita buat gambar aja yuk! Adek bisa bantu. Nanti abang pasang di kamar. Bagaimana Umi? Setuju ga?”
“Waah...kalo itu sih proyeknya abang.”
Lha itu, tantangan kita berdua yang tigapuluh hari.”
“Berarti sudah umi. Kenapa harus buat
lagi?”
“Adek juga mau umi!”
“Babah, lihat dulu proyeknya ngapain.
Hihiii...”
“Tuh, adek juga mau bang, jadi kita buat
yang bisa dilakukan berempat. Babah kali
ini wajib ikut .” Kataku sambil menoleh babahnya bocah.
“Iya, terus mau ngapain?” Pertanyaan Babah
kembali berulang.
Tik..tok...mandeg lagi. Kembali pada kesibukan masing-masing.
“Umi, adek pinjem gunting ya.” adek
meminjam gunting kepadaku.
“Mau gunting apa?” tanyaku lagi
“Itu gunting-gunting kertas. Macam Abang.
Sebentar saja. Adek janji.”
Akupun meminjamkan gunting kecil kepada
adek. Kebetulan sekali adek baru saja
belajar menggunakan gunting yang sesungguhnya. Sebelumnya adek berlatih menggunakan
gunting khusus anak-anak pemula dengan ujung gunting berbentuk sedikit bulat
dan keseluruhannya berbahan plastik.
Namun beberapa waktu lalu, gunting plastik yang biasa digunakannya
terselip entah kemana, hingga akhirnya aku terpaksa memberikannya gunting
stainless berukuran kecil. Rupanya adek lebih
terlihat berhati-hati, dan saat ini ia lebih memilih menggunakan gunting yang
sesungguhnya.
Hufft... rupanya memikirkan proyek jika
direncanakan lebih terasa sulit dibandingkan proyek yang sifatnya tidak
disengaja.
Tung...
Bunyi chat whatsapp dari grup keluarga besar pihak almarhum mamaku
berbunyi. Yah.. dari semua grup whatsapp
yang aku ikuti, hanya grup whatsapp keluarga yang tidak aku senyapkan
suaranya. Agar selalu update dengan
kabar kabarinya.
Ada beberapa foto yang muncul. Ada sesosok perempuan yang akhirnya menjadi
bahan pembicaraan. Tidak terlihat muda,
namun juga belum terlihat sangat tua, duduk bersebelahan dengan omku, adik mama
yang saat ini tinggal di Bandung, juga sepupuku yang sedang berkunjung kesana. Dengan rasa penasaran, akupun bertanya di grup,
“Uni.... itu siapa yang dipanggil uni eka? Hubungan kekerabatan dengan kita apa
ya?” Tanyaku kepada sepupuku, anak dari (alm) udanya (almh) mamaku.
Penjelasan mulai terkuak. Ternyata tanpa disadari, aku kurang ngeh
bahwa uni eka itu adalah istri dari (alm)keponakan (almh) mama yaitu anaknya sepupu
(almh)mama dari pihak (alm)opaku. Ternyata
beberapa kali pernah bertemu denganku, namun aku tidak terlalu memperhatikan,
hingga terlupa. Dan nyatanya saat ini
kami tinggal di kota yang sama. MasyaaAllah.
Akupun bercerita dengan babahnya bocah,
bahwa nyatanya dikota yang saat ini aku tinggali, ada seseorang yang masih bisa
dikatakan satu kerabat denganku. Dan
seketika itu juga senyumku mengembang lebar.
Mari kita jadikan ini family project kita bersama.
Mungkin
bagi kebanyakan anggota keluarga pada umumnya, mengenal silsilah keluarga tidak
terlalu penting untuk dipelajari secara khusus.
Namun dengan kenyataan keluarga besarku yang tersebar tidak dalam satu
kota yang sama, Bahkan hingga berbeda pulau itupun bukan hanya pulau jawa,
membuatku berpikir ini layak untuk dilakukan.
Jarangnya intensitas bertemu, bisa saja membuat kita terlupa dan menjadi
abai dalam bersilahturahim. Bukan tidak
mungkin ketika ada kesempatan berkunjung ke luar kota, alangkah baiknya saling
mengunjungi dan melepas rindu. Terlebih silahturahim
terhadap keluarga yang masih ada hubungan darah.
Seperti
yang dijelaskan dalam hadits Shahih al-Bukhari dan
Shahih Muslim,
“Bahwasanya ada seseorang berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Wahai Rasulullah, beritahukan kepadaku tentang sesuatu yang bisa memasukkan aku ke dalam surga dan menjauhkanku dari neraka,” maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sungguh dia telah diberi taufik,” atau “Sungguh telah diberi hidayah, apa tadi yang engkau katakan?” Lalu orang itupun mengulangi perkataannya. Setelah itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Engkau beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu pun, menegakkan shalat, membayar zakat, dan engkau menyambung silaturahmi”. Setelah orang itu pergi, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jika dia melaksanakan apa yang aku perintahkan tadi, pastilah dia masuk surga”. - Abu Ayyûb al-Anshârî,
Selain
itu dengan mengenal silsilah keluarga, sekaligus belajar ada
penyebutan-penyebutan yang umum digunakan dalam bahasa Indonesia seperti paman,
bibi, sepupu, keponakan, istri, suami, ayah, ibu dan sebagainya. Kebiasaan di keluarga kami yang seharusnya
memanggil paman dan bibi, berganti dengan bunda, babe, papa, mama, dikarenakan
kebiasaan menganggap keponakan adalah anak bersama, bisa saja mengaburkan
pemahaman bahwa mereka semua masih disebut paman dan bibi hingga nantinya dalam
pengucapan english, bukan mom and dad, tapi aunty, uncle, dan seterusnya.
Proyek,
tentu saja memiliki nama. Awalnya kami
memberikan nama yang umum yaitu family tree.
Namun keterbatasan pemahaman, dan mulai berkurangnya anggota keluarga
yang masih hidup, seolah-olah family tree menjadi tidaklah sempurna. Kami bersepakat menggantinya dengan BF yaitu
Branch Family. Sementara penambahan kata
its my heart, karena tiba-tiba saja Adek berkata , “Umi... ini heart” sambil
menunjukkan biskuit berbentuk hati yang sedang dimakannya, dan Abang ikut
nyeletuk, “Its my heart.”
Jadilah
family project kami adalah BF its my heart.
Yeayyy!!
Bagaimana
dan seperti apa proyek BF its my heart yang akan kami lakukan? Lalu apakah
proyek ini dapat melatih kecerdasan anak dalam prosesnya? Kecerdasan yang seperti apa yang akan terlihat? Tetap ikuti cerita kami di hari
berikutnya ya... ;)
#Day2
#KuliahBundaSayang
#GameLevel3
#FamilyProject
#MyFamilyMyTeam
*With LOVE,
@her.lyaa
0 Komentar
Yuk tinggalkan komentar baik dan cerdas🤗
Terimakasih... 🙏