Homeschooler Punya Komitmen?

homeschooling-komitmen www.herlyaa.com
ilustrasi (sumber : freepik)

Dalam perjalananku menggunakan transportasi online bersama kedua anakku, bukan sekali atau dua kali saja mendapatkan pertanyaan serupa mengenai jenjang pendidikan anakku yang pertama. Wajar sih.., karena kita bertiga lumayan sering kelayapan di jamnya anak sekolah.  Padahal tujuan kami  belum tentu ke mall atau supermarket juga.  

Dengan ukuran tubuhnya yang lebih tinggi dari anak sebaya yang berusia sama, ditambah anakku seseorang yang cukup mudah menyapa dan bercerita ramah dengan orang lain,  membuat dia selalu ditanyai, “Sudah kelas berapa atau Sekolah dimana?”  
Dengan wolesnya dia menjawab, “Aku sekolah dengan Umi.  Aku  homeschooling”, 
Sudah tentu ibunya yang langsung mendapat respon pertama mengenai alasan mengapa tidak sekolah seperti biasa, bagaimana ijazahnya, dan seterusnya.  Namun ada juga beberapa orang justru mengeluarkan ungkapan spontan dengan berkata, “Wah.. enak dong sekolah dengan uminya, bisa nyantai.  Terus nilainya juga tinggi terus nih.”  


Yakin Bisa Komit?

Wah... Kalo sudah dengar ungkapan serupa seperti itu, rasanya pengen ngejelasin panjang kali lebar.  Memang sih jadwalnya homeschooling fleksible alias gak sama dengan anak sekolahan, karena diatur sama kita sendiri.  Tapii..., hal seperti itu bukanlah menjadikan kami pelaku homeschooling menjadi atur waktu seenaknya.  Apalagi kalo anak-anak sekolah sudah memasuki masa ujian tengah semester, karena kebetulan kurikulum yang kami pilih salah satunya adalah kurikulum diknas mengingat kami akan mengikutkan anak kami di ujian kesetaraan. Dan ternyata bahan kita rupanya masih ada yang terlewati karena kecepatan pemahaman setiap mata ajar gak pernah sama, itu rasanya seperti dipecut dan ditampar keras oleh diri sendiri.  Punya jadwal, bisa ngatur sendiri, koq bisa kelewatan?  Lha ngapain diatur kalo ternyata masih ketinggalan juga?

Pengalaman beberapa waktu lalu,  di semester awal.  Aku sudah menargetkan dapat menyelesaikan bahan ajar dengan tepat waktu.  Namun apa daya, beberapa kegiatan accidental terjadi.  Aku harus keluar kota, suami juga punya kerjaan kantor deadline yang memaksanya untuk diselesaikan di rumah.  Jika terlalu bertarget, rasanya seperti memindahkan sekolah ke rumah, jadi apa bedanya?  Namun jika terlena, yaah... silakan dirasakan setelah sekian waktu berlalu, kalo gak berasa dikejer hantu, atau ditekan dan digilas kereta api yang panjang dengan gerbongnya yang banyak.  *lebay kayaknya.  Tapi iya..., kenyataannya keluarga homeschooler justru ga bisa sembarangan dalam mengatur dan menepati waktunya, tapi ga juga bersikap terlalu kaku, hingga makna dari pelaksanaan homsechooling menjadi kabur dan berasa wajib militer.  #Uups

Sebagai Informasi, Keluarga homeschooling dapat menentukan pilihan kurikulum mana yang diacu.  Jika berbasis ijazah dan ingin mengikutkan ujian kesetaraan, maka kurikulum dari diknas merupakan salah satu pilihan yang tetap dimasukkan dalam proses pembelajaran.  Ada juga yang memilih kurikulum cambridge, misalnya.  Karena metode dalam penerapan homeschooling disetiap keluarga pun bisa berbeda, misalnya Charlotte Mason, klasik, textbook, komputer, elektik, bahkan independen. 


Baca juga : homeschooling Apaan Sih?

Lakukan Sepenuh Hati!

Alasan untuk memilih homeschooling sebagai pendidikan alternatif diantara banyak keluarga bisa beraneka ragam.  Bahkan metode pelaksanaannya pun tidaklah menjadikannya seragam.  Namun satu hal yang menyamakan diantara semuanya adalah melaksanakan dengan sepenuh hati dan perlu komitmen.  Komitmen yang merupakan bentuk dedikasi tanggungjawab terhadap sebuah pilihan butuh keseriusan dan konsistensi.  Pada kenyataannya komitmen lebih mudah untuk diucapkan, namun dalam menjalankannya perlu usaha keras.  

Komitmen dan totalitas bertanggungjawab terhadap pendidikan anak secara mandiri, merupakan kalimat yang selalu terngiang-ngiang ditelinga diawal perjalanan kami.  Bohong jika tidak ada pengorbanan! Melawan rasa malas ketika mood sedang tidak dapat diajak kompromi, melawan rasa egois melakukan beberapa hal sementara jadwal membersamai dengan anak sudah kami sepakati bersama, bersabar ketika ekspetasi terkadang diluar harapan, hingga terus yakin dan berusaha menjalankan setapak demi setapak keputusan kami termasuk menguatkan mental atas pertanyaan, kritikan dan respon negatif dari orang-orang di sekitar kami.  

Pengorbanan yang kami lakukan untuk orang yang kami cintai, anak-anak yang semakin bertumbuh tidak seberapa dengan keuntungan yang kami dapatkan, karena  waktu kebersamaan itu tidak dapat kembali lagi di saat mereka dewasa.  

I played adventure out.  And then it was time for a new adventure with my child.  Sometimes you make choices in life, and sometimes choice make you.  Karena hidup adalah sebuah petualangan, beberapa kekacauan dan kesalahan akan menjadi salah satu sisi indah dalam perjalanan homeschooling kami.  Waktu yang kami habiskan, komitmen menjalankan pilihan dengan bertanggungjawab dengan beberapa pengorbanan yang pada akhirnya memberikan kebahagiaan bagi kami seutuhnya sebagai keluarga

Homeshooling memanglah sebuah alternatif belajar yang fleksibel, namun bukan berarti membuatnya menjadi abai.  Usaha keras dalam jangka waktu panjang, bahkan banyak pertentangan di sekitar menuntut kesiapan mental praktisinya.  Seperti sebuah pisau yang belum terasah, sesekali terasah dan konsisten terus diasah, seperli itulah keluarga homeschooler.  Dengan membuat sebuah pilihan menjadi homeschooler, komitmen melaksanakan kegiatan pembelajaran dan keseharian yang bisa saja berubah-ubah, namun dengan kerja keras dan dedikasi maka ketika homeschooler mulai menikmatinya, dan melewati banyak tantangan dalam pelaksanaannya, secara sadar komitmen kita dalam memutuskan pilihan akan sesuatu terasah dengan sendirinya.  Jadi, jangan heran komitmen bertanggungjawab dalam pendidikan anak, merupakan syarat utama dalam menjalankan homeschooling agar tujuan akhir setiap pelaku homeshooling dapat terwujud.

 Semoga...



*With LOVE,

@her.lyaa

Posting Komentar

25 Komentar

  1. Wah semangat ya Mba.. Jadi penasaran dengan metode belajarnya gimana. Karena saya pernah sharing sama bos di kantor mengenai home schooling ini.. Jadi ada teman beliau yang anaknya home schooling dan pernah ada pembelajaran si anak diminta untuk membuat peta rumahnya.. Lalu si anak diminta berkeliling kompleks, nanyain para tetangga gitu, siapa namanya bla2..

    Setuju banget, untuk komitmen sama sesuatu kita harus percaya dulu kalo "itu" bakalan works. Jadi ndak sabar baca tentang pengalamannya sebagai Ibu home schooling.. Sekalian jadi referensi..

    BalasHapus
    Balasan
    1. kalo metode belajar, setiap keluarga akan memiliki cara yang berbeda, tentu saja kembali ke value yag dianut keluarga itu sendiri. kalo semua hs dibikin sama, ga ada bedanya ntr sama sekolahan ;) beberapa ada istilah yang kita homeschooler sering berkiblat seperti charlotte mason , ekletik, unschooling, unit studies dst, bisa gabungan atau justru kreatifitas keluarga tsb.

      keren ih bikin peta gitu, bisa jadi masuk pelajaran geography ya kayaknya? Untuk di usia kecil bisa jadi cmn bikin peta gitu aja, utk agak besar, usia magang misalnya bisa praktek ke perusahaan yg bikin maping gitu, atau nanti malah disuruh rencanakan project sendiri maping dengan jalur travelling khusus ^^ mantapp

      btw kenalin dong sama temen bosnya^^ siapa tahu kita sama2 tergabung di Perkumpulan homeschooler Indonesia :))

      Hapus
  2. Sebenarnya dulu juga sempat mikir. Bagaimana sistem homeschooling, apa bagus. Cara dapat ijazah bagaimana, dll.

    Itu dulu ya, sebelum tau sebenarnya sistem homeschooling. Kalau tepat ini bagus banget. Karena anak lebih banyak belajar hal yang dia suka dan keahliannya. Pernah juga baca anak yang homeschooling dari orangtuanya, kagak sekolah formal. Jadi anaknya pengen banget jadi pengusaha ternak. Jadi bapaknya belikan 1 hewan ternak yang dia mau. Disuruh rawat, pelihara sampai hebat banget berkembang biar menjadi banyak.

    Akhirnya kadang mikir juga, homeschooling sebenarnya bagus banget. Apalagi kalau anaknya juga nyaman menjalani hal tersebut

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pertanyaan umum sih ttg ijazah. meskipun hs gak mesti, wajib , kudu punya ijazah kalo memang bukan berbasis ijazah.

      cuman siapapun yang merasa nyaman, biasanya akan lebih semangat buat ngerjainnya ^^

      Hapus
  3. Saluuut saluuut. Aku kenal beberapa temen lain yang mantab memilih pendidikan anak dengan cara ini umi. Keliatan jauh lebih kreatif dan ekspresif (dalam artian positif) anak-anaknya. Mungkin karena sejak awal udah diarahkan minatnya ya.

    Tapi emang komitmen jadi tantangan paling utama.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya nih om, komitmen ituh.. cmn kita masih manusia normal, kalo perlu rehat sejenak demi mewujudkan harapan kita, ga pa2 juga... asal ga kebablasan...hihiii

      Hapus
  4. umiiiii...aku pribadipun rasanya semakin luntur semangatku yang awalnya punya cita2 sebagai homeschooler. Bagiku para praktisi HS ini kereeeen bangeeet bisa komitmen gitu untuk bisa mengedukasi anak sepenuhnya. tetaplah jadi panutanku ya umiii :*

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahahaha... pendidikan kita kan multi exit multi entry, ga ada juga yang salah sama sistem pendidikan lainnya :p pun mau gimana sistem pendidikannya, kayaknya orngtua selalu ttp yang utama kan mendidik anak? cihuuuyyy....

      sejujurnya umi justru lebih salut sama mama archi. Bisa kehandle semua dengan baik dan terbukti ^_^

      Hapus
  5. Baca tulisan ini jadi mempertimbangkan homeschooling buat my future kiddos ... Eh, tapi lihat sikon + karakter anaknya juga sih nanti...

    Yang jelas komitmen itu benar-benar penting ya, Umi ...noted banget ini

    BalasHapus
    Balasan
    1. yupp.... balik lagi lihat karakter anak, kondsi hingga value yang mau dibangun di keluarga masing2. Tidak ada sistem pendidikan apa yang terbaik, tapi sistem penddikan apa yang sesuai untuk anak dan keluarga yang kita anut. cmiw ^^

      Hapus
  6. Hebat Mbak. Aku selalu salut sama keluarga yang mampu homeschooling. Mesti konsisten dan kerja sama yang kompak antara suami istri. Saya belum sanggup meski sudah bertahun-tahun belajar HS.

    BalasHapus
    Balasan
    1. kalimat terakhir tuh yang bikin penasaran. serius dah bertahun-tahun belajar hs? boleh ntr kapan2 kita ngbrol bareng ya^^ hingga detik ini akupun masih terus belajar soalnya, transfer ilmunya ntr ya ^-

      Hapus
  7. Saya setuju dengan home schooling ,karena sekarang semakin banyak orangtua yg nyerahin bulat bulat 🤣🤣 anaknya ke sekolah.Ibarat kata ngirim baju ke londry taunya sampe rumah bersih rapi dan wangi.Gak pernah tanya cairan kimia apa yg dipakai baru puyeng saat anak punya value yg berbeda dengan orang tuanya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ahaa...dilematis kondisi sekarng kalo kebanyakan orang bilang....

      Hapus
  8. Umiiii keren deeeh bisa komit jadi praktisi homeschooling
    Kalo aku ga sanggup kayanya hahaha
    Semangat terus ya umiii

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terkadang galau itu masih hadir juga kok mbak...cmn kalo galau, bisa jadi kita itu mikir juga (ngeless) :p Semangat ^^

      Hapus
  9. Selalu salut sama praktisi homeschooling. Kebetulan Sepupuku pun salah satu hasil pendidikan homeschooling, yang orang tuanya putuskan ketika ia menginjak bangku SMA. Meskipun beberapa orang skeptis tapi nyatanya ia bisa lulus tes masuk perguruan tinggi negeri di salah satu Universitas Terbaik di negeri ini. Jadi jangan abai pada efektivitas homeschooling. Karena jika diterapkan dengan baik dan sungguh-sungguh, bukan tidak mungkin hasilnya melebihi ekspektasi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ahaa... optimis yang terbaik, harapan juga termasuk dalam doa dengan ikhtiar maksimal, Insyaa Allah.. :)

      Hapus
  10. Bisa jadi referensi nih ketika menikah dan punya anak di kemudian hari😅

    BalasHapus
  11. Benar sekali, Mbak, kalo sistem belajar home schooling itu jadi fleksibel tapi perlu displin waktu yang paling utama. Semangat Mbak dan tetap terus buktikan pada semua orang kalau sistem home schooling pencapaiannya bisa sama bahkan lebih dari sistem konvensional :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiinnn yaa Rabbal Alaaaminn... Insyaa Allah ^^

      Hapus
  12. Homeschooling ini musuhnya anggapan orang-orang yang kadang belum bisa menerima metode pendidikan lain selain sekolah formal. Padahal metode Mbak Lya ini menarik dan bikin anak-anak jauh lebih kreatif. 😃 Tinggal komitmen dan konsisten aja. Hehe

    BalasHapus
  13. Baru tau nih info tentang homeschooling, sepertinya orang tua jadi punya waktu lebih banyak yaa sama anak, jadi tau kelemahan anak dalam belajar terus mencari metode pembelajaran sendiri yang efektif buat anak.

    BalasHapus
  14. Semangat terus praktisi homeschooler. Semangat berbagi juga nih. Keren memang umi nih. Aku pengen nyoba tp susah komit. Hiks. Maju mundur cantik deh karena sadar diri.

    BalasHapus

Yuk tinggalkan komentar baik dan cerdas🤗

Terimakasih... 🙏