Lika-Liku MRI Mengenal HNP #Part2

'Gak ada yang mau sakit.  Sakit itu mahal, ga perlu cari-cari penyakit.  Kalau sakit mendekatimu bukan artinya kamu sial seumur hidup, mungkin itu salah satu cara Allah memberimu warna-warni kehidupan buat bersyukur, karena bisa jadi waktu sehat kamu suka lupa menjaga kesehatan kamu? *Toyor diri sendiri' (@her.lyaa)


Kisah ini berlanjut setelah saya mendapatkan jadwal waktu tindakan MRI, antara senang karena akhirnya dan deg-degan ga ngerti apa itu MRI *Berasa seperti baca kisah oh mama oh papa ga sih? Hihii...

Apa Itu MRI?

Sambil menunggu hari, sayapun mencari arti dari MRI dari mbah google.  Semua pengertian yang saya dapatkan sama mengenai MRI 

Magnetic resonance imaging (MRI) adalah jenis tindakan medis yang menggunakan medan magnet dan gelombang radio untuk menampilkan gambar organ serta jaringan di dalam tubuh


Lika-Liku MRI Mengenal HNP #Part2 -www.herlyaa.com
Alat MRI - sumber MRI from  the Royal Jubilee Hospital in Victoria


Terus, apa dong bedanya sama CT-scan atau x Ray aka Rontgen? Ya beda dong, namanya aja sudah beda.  Tapi infonya yang buat beda itu di bagian radiasi.  MRI tidak ada radiasi. Tidak seperti yang lain. 

Hari itu Tiba

Hari itupun tiba.  Sengaja datang pagi sekali agar urusan segera selesai.  Teryata masih ada yang datang lebih pagi.  Pasien pertama tersebut akhirnya dipanggil lebih dulu.  Jadi prosedurnya setelah datang, sebaiknya langsung melapor ke perawat di sana agar ditandain siapa yang akan dipanggil sesuai waktu kedatangan.  Meskipun nomor urut saya sebelumnya mendaftar di posisi empat, namun bukan berarti jadi menunggu yang di atasnya hadir semua.  Waktu terbatas, dulukan yang lebih dulu menunggu. 

Sambil menunggu, sayapun membaca buku yang dibawa sebagai bekal sebagai obat penghilang rasa bosan, termasuk deg-degan yang mulai menganggu.  Tidak berapa lama, pasien berikutnya datang, sementara waktu hampir satu jam berlalu, pasien sebelum saya, belum juga keluar ruangan.  

"Ibu Herlya...?" Terdengar suara perawat memanggil nama saya.  Tersadar, sayapun segera memasukkan buku ke dalam tas, dan mendekati perawat yang memanggil.

"Ya, saya mbak" Jawab saya

"Ada yang menemani?" Tanyanya lagi

"Gak ada mbak...." Jawabku sedikit bingung

"Oh, ya gak papa... Berati Ibu bertanggung jawab atas diri sendiri ya." 

Hhaa? Apa ini maksudnya? Saya jadi semakin berdebar-debar dibuatnya.  Sampai urusan tanggung jawab segala?

"Silakan diisi form surat pernyataan siap menanggung resiko apapun akibat pelaksanaan MRI.   Di sini Ibu menandatangani bagian pasien dan wali yang menemani" Perawat melanjutkan penjelasannya kepada saya.

Diposisi itu, saya pasrah.   Gak ngerti apa-apa, termasuk yang jadi pasien.  Yang ada dipikiran saya saat itu langsung menelepon paksu, minta maaf dan ijin untuk tindakan MRI yang ternyata tidak lama lagi saya hadapi.  Waktu itu sih saya kepikiran merasa waktu mau lahiran, pas minta maaf sama suami semuanya jadi lancar-lancar.  Jadi ga ada salahnya untuk tindakan berbeda tetap minta maaf dan restu dari suami.  Harapannya tetap yang terbaik.  *Eh kalo sekarang berasa geli sendiri :p

Saatnya Tes MRI

"Silakan Bu masuk ruangan, bisa dibaca apa yang perlu diperhatikan, kemudian silakan diganti bajunya.  Ada baju ganti yang digantung di sana" Ujar perawat sebelum saya memasuki ruangan MRI.

Begitu masuk ruangan terlihat ada ruang besar yang didalamnya terdapat alat besar bernama yang disebut MRI.  Namun ruangan tersebut tidak ada orang, ada bagian ruangan lainnya yang ternyata sebagai tempat dokter dan perawat bertugas memindai hasil MRI.  Artinya di ruangan itu? Ya..sendirian.

Sebelumnya ada ruang kecil yang hanya di sekat dengan tirai.  Seperti ruang ganti pakaian jika berada di toko pakaian kecil. Entahlah saat ini, apakah kondisinya sama atau lebih baik.  Yang jelas saya merasa malu karena terdengar langkah kaki seperti melewati tirai.  Benar di sana tergantung tulisan yang diketik rapi dan dilaminatin bertuliskan aturan pasien sebelum melakukan tindakan MRI.

Sayapun membaca dengan seksama dan mengikuti satu persatu urutannya.  Yang pertama, pasien dipersilakan buang air kecil sebelum tindakan.  Untuk bagian itu saya skip, karena ga ada hasrat ingin vivis saat itu.  Dilanjutkan dengan urutan kedua.  Sayapun  melepas seluruh atribut pakaian hanya menyisakan celana dalam kemudian menggunakan jubah yang sudah disediakan.  Jubah tersebut memiliki ikatan dibagian kiri dan kanannya, mirip dengan pakaian atas Aikido anak saya 😬.  Bagian ketiga adalah melepaskan semua logam yang menempel di badan.  Untungnya saya hanya menggunakan cincin kawin, jadi gak pakai ribet buat melepasnya.  Selain itu jilbab yang saya gunakan adalah jilbab langsung tanpa embel-embel peniti.  Jadi menurut petugas masih sangat aman digunakan.  Gak kebayang jika saya menggunakan jilbab segiempat disertai peniti dan jarum pentul dimana-mana.  Alamat terpaksa lepas dan membuat saya semakin singkuh.  Apalagi petugas yang saya lihat saat itu semuanya berjenis kelamin pria.  Jika bra yang saya gunakan adalah bahan kaos tanpa kaitan logam, harusnya masih bisa dikenakan.  Namun jika celana dalam tertempel bros berbahan logam, naah... Bisa jadi Anda wajib melepaskan bagian itu juga.  Bagaimana dengan celana dan baju? Mungkin jika bahannya tipis seperti piyama sementara pakaian atasnya tanpa kancing, saya rasa tidak masalah.   Namun biar ga dibuat pusing, menggunakan jubah yang sudah disiapkan bisa jadi merupakan pilihan aman dan tidak direpotkan oleh banyak pertanyaan. Keempat merupakan hal yang perlu menjadi perhatian. Laporkan jika ada logam yang berada di dalam tubuh.  Misalnya ada alat pacu jantung, bahkan implan KB misalnya.  Karena saya tidak memiliki hal tersebut, maka saya tidak tahu apakah MRI masih dapat dilaksanakan atau tetap bisa dilaksanakan dengan prosedur tertentu.

Ada beberapa hal lain yang tidak tercantum disana, Anda bisa membacanya di infografik yang saya buat.   Semoga bisa sedikit memberi pencerahan :))

persiapan tes MRI - www.herlyaa.com
Infographic persiapan tes MRI - dokpri

Setelah semua dikerjakan, sayapun beranjak untuk siap mendapat tindakan MRI.   Ruangannya dingin banget.  Dengan hanya memakai jubah tipis rasa dingin cukup menusuk gak kalah dengan rasa malunya.  

Saya langsung diminta untuk berbaring dan bersikap santai.  Kemudian badan saya dibalut dengan bantalan-bantalan yang terasa cukup berat, terakhir diberi selimut. Saya sudah siap masuk ke dalam tabung.  Sampai hari ini saya menebak guna dari bantalan tersebut.  Apakah berfungsi untuk menahan badan saya agar tidak bergerak, atau memang mengandung sesuatu untuk membantu pemindaian?

Suasana di dalam tabung terasa mencekam.  Tempat yang sempit membatasi luas pandangan mata.  Saya lebih memilih untuk memejamkan mata dan menikmati (pasrah) saat berada di sana.  Telinga saya mendengar bunyi tuk...tuk... Yang tidak saya ketahui artinya.  Pikiran saya mengatakan bunyi tersebut menandakan alat bekerja dengan baik.  Istighfar, akhirnya proses yang menurut saya satu detik pun terasa lama, menjadi saya ingat mati.  Berada di dalam tabung MRI dalam keadaan sadar ternyata dapat semakin menyadarkan bahwa manusia hanya berada di dalam tabung sudah sangat mempengaruhi, bagaiamana jika nanti berada di dalam kubur.  Tiba-tiba saya menangis.  Dan tabung bergerak keluar.  Saya tersadar.  Alhamdulillah sudah selesai.

Keluar dari tabung, saya kembali berganti pakaian.  Kemudian menemui perawat untuk menanyakan kapan hasilnya dapat diambil.  Dan perawat bagian MRI mengatakan hasil dapat diambil satu Minggu kemudian.  Infonya, hasil MRI tergantung dengan dokter radiologi yang membaca hasilnya.  Artinya perkiraan satu minggu adalah perkiraan.  Bisa lebih cepat atau lebih lama.

Berapa Biaya MRI?

Bicara 7 tahun lalu tentu saja akan berbeda dengan sekarang.  Pada saat itu bisa jadi di kota saya yang memiliki fasilitas tindakan MRI hanyalah Rumah Sakit Umum.  Itupun jika informasi saya salah, maafkan.  Karena yang terpikir saat itu Rumah Sakit Umum.  Untuk biayanya seingat saya sekitar satu jutaan, bisa lebih atau kurang.  Gak begitu ingat.  Bagaimana dengan sekarang ya? tidak ada standar yang sama.  Besarnya biaya dalam setiap MRI bervariasi dan tergantung dari rumah sakit, kelas perawatan termasuk bagian tubuh  yang diperiksa.  Saat itu bagian tubuh saya yang diperiksa adalah lumbal.  Namun rasanya saat itu kami harus mengikat pinggang cukup erat.  Sakit itu memang beneran mahal.  Mahal materi, waktu hingga kewarasan kita.
Untuk prosedural menggunakan BPJS bisa dicoba mulai dari faskes 1 termasuk megikuti alurnya.  Jika memang diperlukan, BPJS akan meringankan biaya beberapa tindakan yang di perlukan.

Saatnya Konsultasi Ulang
Setelah sabar menunggu sambil menahan sakit karena obat yang diresepkan telah habis.   Akhirnya hasil MRI keluar juga.  Saya memilih untuk konsultasi ke dokter orthopedik yang dari awal menangani saya.  Beliau membaca hasil MRI saya.  Disana tertulis beberapa penjelasan, namun yang ditekankan adalah diskus invertebralis L5-S1 dan L4-5.

Kondisi tersebut dapat terjadi karena banyak faktor, diantaranya infeksi pada otot atau tulang belakang, trauma atau benturan yang hebat pada pinggang, kelainan tulang belakang, dll.

Mengenal HNP - her.lyaa.com
Ilustrasi Hasil MRI - sumber google (staf.ugm)
*Berhubung hasil MRI saya sudah tidak saya temukan.  
Mohon dimaafkan saya mengambil ilustrasi hasil MRI ini dari Mbah google

Menurut dokter kasus saya yang biasa disebut HNP lumbalis yaitu dibagian punggung bawah lebih banyak ditemukan dibandingkan dengan Punggung atas hingga leher atau sering juga disebut HNP leher.  Saya hanya mengangguk-angguk antara ga begitu paham dan menahan sakit.

Dokter pun melanjutkan penjelasan dari hasil yang saya miliki bahwa HNP di daerah L4-L5, HNP menyebabkan nyeri di daerah pantat, sisi belakang paha, sisi depan samping luar betis sampai daerah punggung kaki.  Sementara HNP L5-S1 mengakibatkan nyeri di daerah pantat, sisi belakang paha dan betis sampai ke tumit serta telapak kaki. Rasa tebal dan kesemutan terasa di daerah betis sampai telapak kaki. Jika kasusnya sudah berat, HNP yang terjadi menekan syaraf dan akhirnya bisa menyebabkan kelemahan atau kelumpuhan kedua tungkai.

Saat itu saya sudah sampai di tahap menyerang kaki sebelah kanan dengan rasa bukan hanya kebal dan semutan.  Namun sulit diangkat.  Itulah mengapa saat itu saya merasa terseok-seok dan memilih menyeret dengan bantuan pertahanan kaki sebelah kiri.

Dokter melanjutkan dengan bertanya efek saat saya meminum obat yang sebelumnya diberikan yaitu meloxicam.  Saya berkata jujur bahwa obat tersebut ngefek, tapi gak signifikan.  Artinya ga ngaruh-ngaruh banget, cuman  tetap wajib disyukuri karena rasa sakit luar biasanya jadi ga setiap detik.  

Sesaat kemudian dokter menatap saya kemudian mengatakan sesuatu yang cukup membuat saya shock. Beliau menyarankan saya untuk operasi.  Operasi yang tidak beresiko.  Hanya sedikit mengikis sehingga bagian yang menekan dapat dibuang.   

Eeh? Iya sih...saya percaya dokter berkompeten.  Tapi sayanya sama jarum suntik aja mikirnya dah jauh banget, ini malah disuruh operasi. Belum lagi mikirin biayanya... Haduuhhh..ada cara lain ga sih?

"Dokter, selain operasi, ada cara lain ga?" Tanyaku dengan suara pelan.

"Bisa coba fisioterapi dulu.  Nanti saya kasih surat pengantar buat diteruskan ke bagian fisioterapi.  Yang sering jadi kendala itu di bagian fisioterapi itu biasanya waktunya lebih lama.  Termasuk penjadwalan di sana yang mengatur bagian fisioterapi.  Dengan kondisi ini, tingkat kekambuhan bisa saja kembali terjadi dengan waktu yang tidak bisa diprediksi.  Tapi tidak apa, dicoba dulu saja.  Semoga bisa membuat lebih baik tanpa perlu operasi" Dokter berkata dengan tenang diakhiri dengan senyuman.  Perasaan saya saat itu...aakhhh, senangnya luar biasa.  Hopeful lah pokoknya.

"Baik dok, terimakasih" Jawabku lega.

"Saya ganti ya obatnya.  Lalu Ibu bisa beli korset lumbalnya bisa ditanya di apotik di sini, atau bisa coba cari di toko alat kesehatan."

"Korset lumbal?"

" Iya, korset yang dapat membantu kondisi Ibu.  Bukan korset untuk kalau pakai kebaya" Jelasnya sambil tertawa kecil

"Oh iya dok..."

Sayapun pamit dan segera menuju apotik untuk menebus obat dan menanyakan tentang korset lumbal.  Sementara bagian fisioterapi sudah tutup jadi besoknya saya menanyakan mengenai fisioterapi tersebut.

Untuk obat yang saya dapatkan, ternyata obat yang diberikan memang berbeda dengan yang sebelumnya.  Saya diberi obat bernama tramadol.  Resep yang diberikan sekaligus untuk satu bulan.  Sementara untuk korset rupanya tidak ready stok.  Apotik menyarankan jika tidak ingin menunggu bisa coba ke toko alat kesehatan sekaligus  menyesuaikan ukuran korset yang sesuai dengan lingkar pinggang saya.  

Dalam satu bulan,  saya diwajibkan konsultasi ulang untuk mengetahui perkembangan penggunaan obat, korset dan fisioterapi yang telah dilakukan.

Antara Obat, Korset dan Fisioterapi

Sepulangnya saya langsung minum obat yang diberikan.  MasyaaAllah... Saya bisa tidur lebih enak dari hari sebelumnya.  Tramadol jauh lebih berasa.  Namun informasi dari apoteker, obat jenis ini mengandung narkotika.  Tidak dapat dibeli sembarangan, hanya bisa melalui resep dan pantauan dokter. Sebelum obat habis sebaiknya segera konsultasikan kembali.

Sementara korset, bisa saya beli di toko alat kesehatan.  Saat itu saya beli seharga 250 ribu dengan ukuran M.  Ada yang penasaran? Jika saat ini pinggang saya agak ngilu-ngilu, terkadang sesekali masih saya gunakan🤭 Begini penampakan korset lumbal yang saya miliki.  Sudah agak jelek sih, hehee...

korset lumbal -dokpri

Ada yang pernah fisioterapi? Saat saya saat masih kuliah, pernah sih fisioterapi 😬 jadi berasa cukup ingat gimana rasanya di fisioterapi.  Hanya saja kasusnya waktu itu  karena saya kena vertigo, tapi paling tidak gak bikin deg-deg ser.  Apalagi perawat di bagian fisioterapi itu biasanya sabar dan ramah, hehee...

Akhirnya saatnya tiba, datanglah saya ke bagian fisioterapi.  Setelah mengikuti prosedur yang diberikan, saya diberikan jadwal tiga kali dalam seminggu.

Awal pertemuan pertama saya ke ruangan fisioterapi gak sehoror saat akan tes MRI.  Di sana saya temukan beberapa pasien yang sudah berumur.  Dikarenakan keterbatasan bed yang tersedia, waktu terapi yang tidak sebentar, sementara jumlah pasien yang cukup banyak, terbukti saat saya datang, sudah ada pasien yang lebih dulu menunggu pasien lain di dalam ruangan menyelesaikan terapinya.  Hingga saya belum masuk, beberapa pasien lain kembali mengantri.  Sabar kan ya?  

Badewei Fisioterapi untuk kasus HNP seperti kondisi saya diapain aja sih? Pakai alat gak? Apakah semua perawat boleh melakukan terapis? semoga tetap mau membaca kisah kasih saya bersama pasien manula dan perawat fisioterapi yang penuh kesabaran, kasih sayang bahkan airmata.  

Pamit sebentar lagi... Wassalamualaikum...









*With LOVE,

@her.lyaa

Posting Komentar

14 Komentar

  1. saya masih menanti kelanjutan cerita HNP berikutnya.. Eh, suami teman HNP juga tapi rada parah gitu.
    Semoga sehat-sehat ya Um..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mbak banyak faktor yang bsa semakin memperburuk kondisi. Termasuk terlambat ditangani. Kalo waktu itu terlambat atau tidak ditangani bisa aja kaki sebelah kanan gak berfungsi lagi, hwhwhw...
      semoga kita semua sehat-sehat selalu, aamiinn....

      Hapus
  2. Penyebab HNP apa ya Mbak? Aku pernah jatuh dari motor. Bagian tulang pantat terasa sakit dan ngilu. Sejak itu, setiap hamil pasti sakit. Belum pernah memeriksakan diri sih. Gak kebayang kalau harus MRI juga. Ikutan sesak ngebayangin berbaring dalam alat itu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mbak, aku follow blognya. Follback blogku ya 😊

      Hapus
    2. Penyebabnya bisa macam-macam mbak, saya juga sepertinya pemicunya trauma jatuh yang tidak terselesaikan, ketika komdisi usia diatas 30 tahun, elastisitas/lubrikasi tulang bisa jadi ga semaksimal usia lebih muda. ditambah lagi kebiasaan kita saat sudah melahirkan, memiliki anak, menggendong dan postur/gerakan tubuh yang kurang tepat ikut mempengaruhi. Apalagi bicara kurang olahraga, jadi tulang kurang fleksibel..

      Hapus
  3. Pas baca langsung copas dan googling soal Korset Lumbal. Pas scroll ke bawah, eh ternyata ada fotonya hihi. Gak jauh beda dengan korset biasa ya sekilas umi.

    Ditunggu kisah selanjutnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya sekilas mirip om. tapi kalo korset lumbal dibagian tengahnya seperti ada kawat buat menyangga tubuh. bisa buat menahan postur tubuh juga. cuman kalo kelamaan makenya, bisa jadi males aka pas lepas badan bisa berasa lemes (keenakan ditopang kali ya?)

      Hapus
  4. kalo molly dulu mri di bagian kepala pas umur 3,5 tahun karena sakit radang otak. kato mama sih mrinya berbentuk tabung dan molly jadi pasien kedua yang gunakan alat tsb. semoga dak pernah mri lagi hehe..

    btw korsetnyo samo cak punyo nenek molly hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mol, MRI bisa juga untuk otak. jadi fungsinya bisa macam2 sesuai kebutuhan dan hasilnya lebih detil. Btw nenek molly mesti dah tua. biasa nenek2 punya korset beginian. Eh aku udah nenek2 juga yak? hahahaa...

      Hapus
  5. Selalu dapat ilmu baru tentang HNP saat kesini. Penasaran dengan korset lumbal itu. Selamat siang mba Lya, selamat menunaikan ibadah ramadhan bersama keluarga. Salam.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya umek.. semoga sehat2 kita semua ya^^

      Hapus
  6. Lengkap banget cerita pengalaman HNP MRI nya
    Saya pernah ingin tahu rasanya medical check up total pake MRI
    Tapi parno kan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Parno sih.. tapi ga pa2 kok mas.. deg2an aja bakal lihat hasilnya. selama badan kita baik2 aja, Insyaa allah hasilnya sih gak bakal kenapa2 juga.., hehehe...

      Hapus
  7. Lanjut baca yang ke 3 ah :D

    BalasHapus

Yuk tinggalkan komentar baik dan cerdas🤗

Terimakasih... 🙏