Assalamualaikum...
Keputusan menuliskan cerita lama ini terinpirasi dari komentar Om Nduut (Haryadi Yansyah) bertanya mengenai kisah HNP aku yang tersentil di sebuah cerita aku di Pengakuan momhomeschooler. Sejujurnya aku pernah menuliskan hal ini, bahkan ada salah satu pose saat aku menerima tindakan saat fisioterapi. Namun karena berhubung aku sendiri lupa pernah menuliskannya dimana, akhirnya aku putuskan untuk menuliskannya kembali di blog ini :p
Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan/atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang rentang kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis) pelatihan fungsi, komunikasi.
Tujuan aku bercerita di sini adalah berbagi pengalaman
selain mengajak kalian semua semoga menjadi lebih aware dengan tubuh.
Kebiasaan di saat masih muda (lha aku sudah tua ya, ternyata :D) ,
menyepelekan dan menganggap remeh sebuah kejadian atau sering menunda-nunda hal
yang harusnya sejak awal bisa lebih mudah di atasi. Untuk kasus aku, masih dianggap cukup baik, Alhamdulillah masih bersyukurlah
pokoknya, hehee....
Badewei, ini kapan
ceritanya? Ehh beneran nih, mau
dibaca? Pesan aku jika kamu memutuskan untuk meneruskan, mohon dibaca sampai
selesai ya... Jangan berhenti di tengah-tengah, meskipun bisa jadi kamu
merasakan kebosanan sebelum mengakhiri tulisan ini.
HNP Menyapaku
Pertengahan tahun 2013, hari itu saat bangun di pagi hari,
rasanya berat sekali. Pinggang rasanya
nyeri. Rasa sakitnya berasa seperti di
tusuk dan berat seperti ditimpa benda berat.
Mengingat saat itu saya memiliki kewajiban mengantar anak pertama
playgroup, sayapun memaksakan diri untuk bangun. Voila!
Dengan sedikit peregangan, nyeri dipinggang terasa sedikit berkurang, atau saya
yang lupa dengan rasa sakit yang masih kalah dibandingkan kontraksi menjelang
bukaan lengkap saat akan melahirkan karena tugas domestik saat itu perlu
diselesaikan dengan segera.
Hari berganti bulan, setiap hari saya merasakan hal yang
serupa. Justru semakin berat bukan hanya
di saat bangun pagi. Tubuh mudah lelah,
sementara badan tidak mudah dibaringkan.
Rasa sakitnya semakin tidak nyaman.
Semakin sulit ditolerir bahkan di saat bersin apalagi batuk. Parahnya kaki sebelah kanan mulai terasa
linu-linu muncul dan hilang kapanpun dia mau.
Ahaa! Kebetulan
ada nenek tukang pijit di dekat rumah. Soan kerumahnya sekaligus
konsultasi. Tindakan pengobatanpun
dilakukan. Dibilang masuk angin hingga
salah urat. Tidak ada kata ampun
meskipun teriakan maut bisa jadi mengetarkan bilik kamar praktek urut si
nenek. Dari kerokan, ditekan, digulung,
di lipat semua dilakukan khusus dibagian pinggang yang terasa sakit. Alhasil pulang dari sana, pinggang seakin
berdenyut ga karuan, hwhwhw...
Oke, sudah cukup.
Menguatkan hati bahwa dokter adalah pilihan terakhir. Terpikir apakah sakit pinggang yang saya
rasakan karena kurang minum? Beberapa bacaan setelah browsing-browsing, kurang
minum bisa membuat endapan kristal di ginjal sebagai cikal awal penyakit batu
ginjal. Antara merasa tidak yakin
mengingat porsi minum rasanya cukup-cukup saja atau suatu bentuk penyangkalan
karena rasa sakit menjalar hingga ke kaki sebelah kanan. Kondisi saya saat itu tidak dapat ruku’
dengan sempurna, sementara kaki sering semutan sebelah dan terasa nyeri
sekaligus berat jika digunakan untuk melangkah.
Mencari Tahu Sosok HNP
Meskipun ragu, saya memutuskan berangkat sendirian ke dokter
spesialis penyakit dalam. Bukan karena
paksu tidak ingin menemani, lebih kepada pilihan saya bahwa jika tidak sangat
penting sekali, sebaiknya paksu menemani anak di rumah untuk meminimalisir
kontak anak di Rumah sakit atau klinik sekalipun.
Tiba giliran saya masuk. Masih ingat sapaan awal dokter saat itu
adalah, “Ada keluhan apa?” Pertanyaan standar dan membuat saya panjang
menjelaskan kronologis apa yang dirasakan.
Puas mendengar penjelasan saya, beliau merujuk saya ke dokter
spesialis ortopedik. Menurut beliau,
dari penjelasan saya kemungkinan saya mengalami gejala LBP (Low Back Pain). Sayapun pulang malam itu dengan mengantongi resep obat yang tidak saya tebus karena berasa percuma :(
Esok harinya melanjutkan petualangan pemeriksaan ke dokter spesialis ortopedik. Begitu masuk ruang periksa, saya diminta
berbaring. Dengan kondisi kaki diminta
pasif, kaki saya diangkat perlahan ke atas.
Baru saja diangkat sedikit, saya merasakan kesakitan. Jangan ditanya rasa sakit pinggangnya. Jauh lebih sakit. *Oiya, saran efektif ketika konsultasi untuk
para wanita, usahakan menggunakan celana panjang ya, biar ga repot, hohoo..
Dokter Spesialis Bedah Ortopedi dan Traumatologi atau Dokter Ortopedi adalah dokter yang memiliki fokus untuk menangani cedera dan penyakit pada sistem muskoloskeletal tubuh, mencakup tulang, sendi, tendon, otot, ligamen, dan saraf.
Sambil memeriksa, dokter bertanya kepada saya, "Sering aktifitas apa? Olahraga misalnya?"
Saya jawab, "Udah jarang malah dok, paling jalan pagi biasa"
Dokter sepertinya penasaran dan bertanya ulang, "Sebelumnya pernah jatuh gak? Coba ingat-ingat.. Bukan jatuh kemarin, misalnya beberapa tahun lalu?"
Akhirnya saya ingat sesuatu, dan menjawab pelan, "Iya dok...tapi waktu itu sudah dipijat, lagian ga berasa apa-apa sih"
"Nah itu, biasanya di usia usia 30 tahunan ke atas biasanya baru mulai terasa. Jangan-jangan kamu dulu suka traveling? Atau naik gunung, hiking, sepedaan trus jatuh guling-guling?"
Dan sayapun diam mengiyakan dalam hati sambil tersenyum tipis, "Jadi gimana dok?" Tanyaku kembali
Dokter balas tersenyum sambil menuliskan resep obat untuk saya. Seingat saya nama obatnya bernama meloxicam dan salep untuk dioleskan di
pinggang. Selain itu saya diminta untuk
melakukan tindakan penunjang yaitu rontgen. Malam itu saya langsung melakukan rontgen. Bagian yang dirontgen adalah pinggang.
Rontgen adalah tindakan menggunakan radiasi untuk mengambil gambar bagian dalam dari tubuh seseorang
Ilustrasi Rontgen - sumber medifactia |
Hasil rontgen keluar, membuat saya bahagia sekaligus membingungkan. Terdapat secarik kertas surat cinta berisi penjelasan tertulis bahwa kondisi tulang tidak ada patah, juga tidak ada pengapuran. Artinya? Tapi masih sakit?
Konsultasi dilanjutkan beberapa hari kemudian dikarenakan malam itu dokter sudah pulang, sementara saya harus mengatur waktu kembali untuk konsultasi.
Obat saya tebus dan langsung minum malam itu. Perasaannya, lumayan. Meskipun tidak benar-benar meredakan rasa sakit, saya harus akui, rasa sakit itu berkurang setelah menenggak 1 buah pil dan mengoleskan salep yang terasa hangat sesaat.
Setelah menemukan waktu yang tepat, saya kembali konsultasi sambil membawa hasil rontgen.
"Hasil Rontgennya oke. Gimana setelah minum obatnya? Berkurang sakitnya?" Tanya dokter.
"Berkurang dok, tapi masih ada nyeri dan kaki juga masih begini dok. Berat diangkat." Curhatku menyatakan kondisiku tidak sebaik hasil rontgenku.
"Saya kasih surat pengantar untuk tindakan MRI ya..." Ujar dokter sambil menuliskan sesuatu di kertas.
"MRI? Apa itu dok? Diapain saya?" Tanyaku sedikit ketakutan. Istilah itu belum pernah saya dengar sebelumnya. Detik itu bukan hanya pikiran yang mengira-ngira, namun perasaan makin ga karuan.
"MRI itu mirip dengan Rontgen, nanti bawa surat ini ke bagian radiologi Rumah Sakit Umum, disana ada fasilitas ini. Nanti kalau hasilnya sudah keluar, bisa konsultasi lagi ke saya" Penjelasan singkah dokter sedikit memberi perasaan lega. Eh tapi kapan ya mau kesana? Hari kerja berarti mesti negoisasi dulu sama paksu. Naah....
"Dok, saya belum tahu kapan bisa MRI, Boleh minta resep tambahan ga dok?" Tanyaku ulang.
"Boleh, tapi satu minggu saja ya? Obat kemarin masih bisa diminum beberapa hari kan?"
"Iya dok" Sahutku sedikit berasa ngenes. Perjuangan belum berakhir sist...
Sesampainya di Rumah, saya menceritakan hasilnya kepada paksu. Mendiskusikan mengenai waktu, mencari tahu prosedur, termasuk biaya yang akan dibebankan. Ribet ya kelihatannya? Banggeetss... Sebagai keluarga madiri yang mau gak mau, suka gak suka wajib diurus sendiri. Pembicaraan ini menjadi penting di keluarga kecil saya, mengingat saat itu anak pertama juga masih belum bisa ditinggalkan sendirian di rumah :(
MRI, Akhirnya Aku Menemukanmu
Mencari informasi di bagian informasi tentunya, kemudian mendaftar menjadi pasien baru karena sebelumnya nama saya tidak pernah tercatat di sistem. Dan saya tidak bisa langsung menuju ruang radiologi. Saya harus mendaftar ke dokter spesialis orthopedik di sana. Saya tidak tahu apakah saya emang ga paham, atau memang proseduralnya wajib mengulang karena tindakan yang membutuhkan perlengkapan medis di sana hanya boleh atas ACC dokter yang bertugas di Rumah Sakit tersebut. Bisa dibayangkan, rencana hanya beberapa jam, akhirnya menjadi sangat panjang :(
Kepalang tanggung, saya langsung mengikuti prosedur saat itu. Bisa jadi sistem prosedur saya 7 tahun lalu jauh berbeda dengan saat ini. Menunggu antrian daftar, berlanjut ke bagian antrian poli ruang praktek. Buju bunee👀 itu yang duduk di sana rame. Tidak mungkin saya menyerobot tempat duduk di sana, karena yang berobat kesana kebanyakan para manula. Hanya beberapa yang terlihat masih muda dengan mengunakan tongkat. Lha saya? Ga kelihatan sakitnya, masih muda, gak pakai tongkat. Yaa nasib, nyender di tembok pojokan sambil gosok-gosok pinggang sambil sesekali peregangan gak jelas.
Lagi menahan sakit, kaki berasa keram, perawat nongol dari balik pintu dan menyebut nama saya. Langsung girang, saya langsung berteriak, "Ya saya Bu" berasa anak sekolahan lagi diabsen🤭
Saya masuk, bertemu dokter dan beliau memandang saya lanjut bertanya, "Ada apa?"
"Mau MRI dok" Ujarku langsung sambil melirik jam tangan dokter yang duduk di depanku menunjukkan pukul dua belas siang"
"Sudah pernah diperiksa? Ini rekam medisnya belum ada pemeriksaan ya?" Lanjut dokter membalik map kepunyaan saya yang isinya hanya selembar. Mungkin pikirannya berkata, "Ini orang langsung minta MRI aja"
Ingat surak sakti, langsung saja saya kasih. Dokter langsung membaca kemudian mengambil secarik kertas lain dan memberikan kepada saya sambil berkata, " Bawa ini kebagian radiologi, nanti kasih ke sana. Kalau sudah ada hasilnya, nanti bisa konsul ke sini lagi" Ujarnya kembali.
"Terimakasih dok" Sambil menahan sakit, menyeret kaki menuju bagian radiologi bagian MRI, saya berusaha secepat mungkin menuju ke sana mengingat waktu sudah semakin siang. Paksu ijin kantor katanya hanya setengah hari saja.
Sampai di bagian radiologi, celingak-celinguk pintu ruangan tertutup. Tiba-tiba ada petugas yang mau menuju keluar. Saya langsung melambai, dan beliau mempersilakan saya masuk dari pintu lain.
"Mbak, saya mau MRI", Ujarku langsung
"MRI sudah tutup mbak, yang masih buka bagian Rontgen", Jawabnya tegas.
Speechless, Saya ga tahu mau bilang apa, tapi yang jelas petugasnya tiba-tiba berkata, "Sebentar, saya coba tanya ke dalam dulu ya,"
Terkadang secercah harapan bisa jadi muncul di saat kamu benar-benar membutuhkannya. Muka saya yang terlihat letih dan pucat bisa jadi membuat hati perawat tersebut ga tega.
"Mbak, bisa ke sini dulu. Tindakannya tidak bisa dilakukan hari ini, tapi mbak harus menulis daftar di sini. Karena memang waktu bisa MRI perhari di batasi." Jelas petugas di sana.
Hari itu saya mendaftar untuk mendapatkan tindakan MRI sekitar 4 hari kemudian. Tertulis di sana, jadwal MRI perhari hanya bisa dilakukan dari pukul 9 pagi sampai pukul 12 siang. Hanya sekitar 3 - 4 orang saja di setiap kolomnya. Alhamdulillah, positif thingking, semua InsyaAllah ada jalan.
Sayapun pulang dan menunggu hingga waktu MRI tiba. Eh, ada yang tahu atau pernah melakukan tindakan MRI?
Berhubung kisahnya masih panjang, Ikuti cerita selanjutnya di blog ini ya... next story bout Lika-Liku MRI untuk mengenal HNP. Ceritaku mengenai prosedur, perasaan, dan sedikit pengenalan MRI akan dituliskan di sana. Semoga gak bosen membaca kisahnya ^^
Baca juga : Kisahku Menghaapi HNP di Ruangan Fisioterapi
Baca juga : Kisahku Menghaapi HNP di Ruangan Fisioterapi
Pamit bentar, wassalam...
*With LOVE,
@her.lyaa
10 Komentar
Wah bermanfaat sekali informasinya. Aku juga jadi tahu nih NHP apaan. Ditunggu cerita selanjutnya Umi. 😊
BalasHapusKebalik Bim.. HNP, hehehe...
HapusInsyaaAllah ..
Maksih ya bim :)
Informatif. Baru kali ini denger NHP.. ditunggu lanjutan part 2 nya umi ..
BalasHapusHihii... ada yg kebalik lgi :p Sipp...Insyaa Allah ^^
HapusBaiklah, aku akan sabar menunggu hingga tulisan berikutnya. Till then, semoga kita semua tetap sehat. Aamiin :)
BalasHapusAamiin yaa rabbal alaamiinn..., semangat selalu sehat ^^
HapusMembaca pengalaman mba Lya tentang HNP disini menguggah saya untuk lebih care menjaga kesehatan. Kadang kita, tepatnya saya, malas memeriksakan kesehatan secara detail dan berkala ya..Tks sharenya mba.
BalasHapusMalas, samaa sih umek. Penyakit kita kebanykn perempuan, selama masih bs ditahan yaa..gitu deh :p Makasih juga umek ^^
HapusAku beberapa tahun lalu pernah juga sakit pinggang hebat. Bayangin aja umi, aku sekarang aja kan masih remaja ya ((REMAJA)) jadi sekian tahun lalu itu masih masuk masa puberlah haha. Yang jelas tiba-tiba sakit pinggang. Lupa, dulu rasanya cuma berobat biasa dan sembuh. Mudah-mudahan itu bukan momok HNP yang bisa muncul lagi nanti hiy amin.
BalasHapusREMAJA... (baiquelah) hihiii... badewei berobat biasa dan sembuh itu maksudnya gimna? minum obat biasa aja? tapi sakit pinggangnya menjalar kemana-kemana ga? atau cuman sebatas pinggang aja om?
HapusYuk tinggalkan komentar baik dan cerdas🤗
Terimakasih... 🙏