Bulan April tahun 2020 ini adalah masa kami memasuki 6,5 tahun lebih perjalanan homeschooling kami. Saya lupa tepatnya kapan, namun yang saya
ingat mulainya keputusan memulai dan semakin mendalami homeschooling setelah semakin
besarnya rasa bersalah saat saya wajib mendapatkan fisioterapi akibat HNP Mendekatiku... yang
saya alami saat itu. Ya itu, karena saya
wajib fisioterapi 3 kali dalam seminggu, mengakibatkan waktu masuk preschool
anak pertama hanya menjadi 2 kali seminggu.
Itupun masih banyak bolongnya dikarenakan kondisi fisik saya sedikit
terseok-seok meskipun hanya mengantar dan duduk beberapa jam menunggu
kepulangannya. Hingga diputuskan lebih
baik mengundurkan diri dari preschool tersebut.
Nyatanya rasa
bersalah tersebut membuat saya bersemangat untuk belajar mendampingi beraktifitas
di tengah beberapa keterbatasan. Mengenal
warna sambil membantu memisahkan pakaian.
Menghitung sederhana diantara susunan hanger gantungan baju yang
berantakan. Bahkan bermain sains dengan
repotting tanaman dan membuat cemilan sore.
Belajar emosi dan berekpresi kami lakukan sambil berkaca dengan membuat mimik wajah ternyata lebih seru hingga
kami sering tertawa bersama. Mengenal Mr
Craft, jadilah membuat prakarya sebagai bahan ajar yang hanya dimengerti oleh
kami berdua saat menunggu fajar berganti senja.
Waktu berlalu. Saat anak pertama memasuki usia sekolah, saya
tidak ingin memutuskan secara tidak adil.
Tidak ada pertanyaan dan godaan melihat teman-teman disekitar rumah
bersekolah dengan seragamnya, saya tetap mengajaknya berkeliling di beberapa
sekolah. “Bagaimana?” Pertanyaan singkat
saya kepadanya dijawab dengan cukup panjang olehnya. Sejak hari itu kami memulai homeschooling
usia sekolah.
Sebagai
homeschooler, dianggap “aneh” merupakan hal yang biasa kami temukan di
awal-awal perjalanan kami. Diberi
pertanyaan kapan sekolah? Mengapa tidak sekolah? Memangnya sudah bisa baca?
Ngapain aja kalo di Rumah? Gak bosen apa kalo ga sekolah? Belum termasuk tatapan
kepada kami yang saya sendiri tidak
ingin mengartikan apapun, meskipun homeschooling merupakan pilihan yang
wajar-wajar saja. Bukan sesuatu hal yang
negatif atau justru dianggap sangat keren.
Namun saya ingin mengakui bahwa homeschooling tidak selalu seperti yang
terlihat atau dibayangkan...
TIDAK SELALU BERHASIL
Kebanyakan orang
berpikir ibu homeschool adalah sosok yang tahu segalanya, sempurna,
perfecto. Mereka wajib punya latar
belakang pendidikan tinggi, memiliki kemampuan menyusun jadwal dan
mengkombinasikan kurikulum yang tepat. Yaah... mungkin itu ibu-ibu yang lain?
Sementara saya, masih terus belajar memahami banyak hal. Bolak-balik mereview dan mengevaluasi. Terkadang tidak mendapatkan hasil yang
dibayangkan, kembali lagi mencari dan mencari.
Merasakan penerimaan dan perlawanan dalam prosesnya. Hingga merasakan perubahan emosi yang
beragam. Bahagia, tertawa, galau, sedih,
keseruan, kegundahan, yang semuanya saya anggap itulah sebuah perjalanan dengan
ritme berbeda setiap saat.
PERENUNGAN DIRI SENDIRI
Kadang-kadang saya
sering menanyakan kewarasan saya. Apakah
tepat keputusan saya? Mengapa saya mengambil keputusan ini? Haruskah saya seperti ini? Kenapa, mengapa, bagaimana, kok?
Yang saya pelajari dalam perjalanan homeschooling keluarga kami hingga hari ini adalah setiap saat kita ingin berhenti tidak mengapa untuk tarik napas sejenak. Memastikan kembali dan meyakinkan diri sendiri untuk kembali melanjutkan perjalanan. Sebuah teori jauh lebih mudah diucapkan hanya saja lakukan sepenuh hati! Tentu saja tetap meminta petunjuk kepada yang Maha Mengetahui.
IBU JUGA BUTUH 'ME TIME'
Saya sadar sebagai orangtua homeschool, saya harus rajin belajar. Banyak membaca, mencari tahu, mengikuti perkembangan. Bisa saja semuanya terasa membosankan, sementara hidup semestinya membuat bahagia dengan pilihan kita.
Baca juga : Rutinitas Pagi MomHomeschooler
Jika Anda sedikit mengintip Instagram saya, beberapa cerita disana merupakan salah satu bagian 'me time' saya. Beberapa kali mengikuti even, bersenang-senang bersama keluarga, membaca buku di pojokan atau seekdar menggambar sesuatu yang membuat saya lebih santai. Hidup tidak melulu dengan aturan ketat dan mengikatmu bukan?
MASIH INGIN DILAKUKAN
Biasanya di akhir tahun jurnal kami, saya merasakan semangat yang jauh lebih besar. Saat evaluasi apa yang telah kami lalui selama setahun ini, tantangan apa yang telah kami hadapi, capaian dan kegagalan yang kami rasakan lalu menyusun kembali apa harapan di tahun berikutnya. Apa yang ingin kami ubah dan tinggalkan, termasuk yang terus kami usahakan untuk dipertahankan.
Ketakutan saya menjadi tidak produktif dan menjadi pikun ternyata salah satu motivasi saya untuk terus belajar. Dan itu nyatanya masih menarik terus dilakukan sebagai seorang ibu homeschool :)
MERASA LEBIH BERUNTUNG
Bisa jadi beberapa orang berpikir bahwa 'betapa menyedihkan hidup saya', 'hidup yang melelahkan', 'tidak ada habisnya' tapi entah mengapa dalam situasi tertentu saya merasakan keberuntungan dalam hidup saya. Seperti beberapa waktu lalu di saat kota saya dilanda asap tebal, anak-anak bisa meminimalkan intensitas keluar rumah untuk menghindari sesuatu yang seharusnya tidak didapatkan manusia. Juga seperti saat ini. Memang tidak ada yang merasa diuntungkan dengan kondisi wabah penyakit di seluruh dunia. Namun diantara banyak orangtua yang tidak siap akibat tidak terbiasa saat pendidikan anak mau tidak mau diawasi langsung oleh orngtua, saya adalah orngtua yang cukup woles dalam keseharian bersama anak.
Bayangkan juga berapa banyak orngtua dimasa sekarang bisa menghabiskan masa liburan di saat kebanyakan orng tidak libur. Merasakan suasana jalan-jalan saat liburan tanpa kemacetan dan berdesakan?
Berapa banyak orngtua yang sadar betapa cepatnya waktu berlalu, hingga masa bertumbuhnya anak terlewati dan tidak sempat dinikmati saat mereka melakukan pencapaian di saat kita berada disampingnya. Dan saya ada di saat momen itu. Momen yang tidak terulang di saat mereka terus tumbuh dan hingga saatnya bisa hidup sendiri sementara ada kebanggaan menyertai saya karena saya terlibat dalam prosesnya.
Menangis, tertawa, kecewa, kemarahan, apapun itu...
Memang tidak setiap hari dalam kehidupan ibu homeschool mempesona, atau tidak menyenangkan. Tidak sempurna,acak kadut termasuk sesuai dengan ekspetasi. Tapi saya mengalaminya.
Hidup tidak pernah saya tahu seperti apa. Hidup adalah sebuah perjalanan. Menjadi orangtua hanya sekali. Saya ingin terus berperan. Menjadi ibu, sahabat, termasuk guru. Bisa jadi kehidupan besok bisa berbeda. Yang saya tahu adalah hari ini.
Just do it!
*With LOVE,
@her.lyaa
16 Komentar
Wow... Semua pilihan memang gak bisa bener2 ideal kayak yg dibayangkan orang-orang. Tabik buat semangatnya perlu kegigihan luar biasa buat bisa HS. Semangat terus, Umi.
BalasHapusIyaaa... Insyaaallah ^^ Makasih bicik :))
HapusMe time itu perlu, perlu banget meski sudah jadi ibu me time perlu dilakukan dibalik penat nya pekerjaan rumah dan ngurus anak. Intinya kita hanya perlu menjalani, menikmati dan bersyukur pada hidup yang telah diberikan oleh Allah swt.
BalasHapusSemangat mba lya 💜
Terkadang pas penat bisa nangis juga dipojokan, hahaha.. tapi hidupnya hidup bisa habis kalo kebanyakan nangis, hehehe.. ganbatte!
HapusBaru tahu kalau umi Lya pernah HNP. Ada tulisan di blog ini yang nyeritain tentang itu?
BalasHapusSoal HS, aku sering baca pengalaman beberapa temen yang memutuskan HS. Dan memang butuh komitmen. *tepuk tangan untuk 6,5 tahun ini keren. Walau kepikiran juga soal me timenya para ibu pelaku HS ini :)
Beberapa ibu yang aku baca sangat hepi jika libur anak sudah berakhir hehe. Bukan.... bukan berarti gak sayang anak, tapi saat anak bersekolah, ibu bisa melakukan banyak pekerjaan domestik ataupun berkutat dengan hobi sebagai sarana me time itu.
Banget om, Me time buat ibu2 tetap waras :p wkwkwk..
Hapusbtw pernah sih om nulis ttg pengalaman HNP waktu itu, tapi lupa dimana , hahaha... Jadi pengen nulis lagi deh di sini, pengalaman berkesan soalnya :p
Makasih banyak om :))
Setiap pilihan pasti ada baik dan buruknya mbak. Duh patut diapresiasi nih, selama 6,5 tahun menjalani homeschooling. Semangat terus mbak😊
BalasHapussemua pilihan selalu beresiko, yang paling kecil efeknya ke kita, ambil yang itu aja :p
Hapusmakasih ya mbk, yok kita semua selalu bersemangat ^^
Semangat mba Lya, menjadi home schooler dan konsisten itu keren. Soal tidak langsung berhasil, dan ibu juga butuh "me time" itulah tantangannya. Tidak semua ibu bisa loh.
BalasHapusIya nih umek..., tantangan tiap ibu2 itu emang beda2 ya.. :) makasih umek ^^
HapusOalah. . .Jadi ini sejarahnya sampe mutusin HS. ..
BalasHapusNggak segampang itu ternyata.
Ya, kita memang nggak pernah tahu sih hidup ini bakal jadi kaya mana. .. Yang penting harus tetap jalan teruss apapun yang ditemui di depan
Jalani dengan senyuman :) biar makin optimis, apapun yang terjadi selalu ada hal baik di dalamnya ^^ InsyaaAllah...
HapusEmang nggak ada sistem yang benar di dunia ini. Dan kita seharusnya emang terus belajar jadi lebih baik. Melihat Umi yang tahan lebih dari 6 tahun buat cari 'formula' HS patut diapresiasi. It's a really good job!
BalasHapusSemangat Umi!
Sumpah ga ada yang paling bener bim.. yang ada tuh yang paling sesuai, dan semua mesti ada proses dan tantangan. Kalo sudah tahu bukan rahasia hidup lagi kali ya namanya? ^0^
Hapusbimo juga semangat yaa ^^
Salut bagi mama mama yang bisa ngehandle homeschooling
BalasHapusAda kawan anaknya 4
Juga homeschooling semua
Begitu SMP baru disekolahkan di umum
Bagi dia di rumah bangun pondasinya
Iya mas.., Bahkan ada yang terus hs aka basic profesional. KEcuali basic ijazah, biasanya mentok sampe setara SMA, karena kuliah mau dimana aja, jarak jauh atau langsung ga ada yg disebut homescholing (dan lebh complicated), hehee...
HapusYuk tinggalkan komentar baik dan cerdas🤗
Terimakasih... 🙏