Siapa yang Boleh Marah?



Me time aku dari kamu adalah memberikan aku kesempatan pergi, berkegiatan atau apapun itu (termasuk diam saja) yang aku pilih di salah satu hari antara sabtu atau minggu, dalam beberapa jam.  Pilihanku hari ini adalah bepergian sendirian.  Pagi-pagi aku setelah bangun tidur, aku memberekan semua hal yang biasanya aku kerjakan.  Masak, cuci piring, memandikan adek, cuci baju dan beberapa pekerjaan domestik lainnya sebelum waktu yang aku pilih tiba.  Namun ternyata pk. 10.00 wib lewat, aku belum selesai juga.

"Sayang, katanya mau pergi? jadi ga?" tanya kamu ke aku.

"Bentar lagi.  Tinggal jemur baju." jawabku.

"Udah, tinggalin aja.  Biar babah yang ngelanjutin. " katamu kepadaku.

"Beneran nih?" tanyaku memastikan

"Iyaa..., apa sih yang ga buat Umi..., Umi pergi ke luar kota waktu itu semua juga beres." Kamu mulai meyakinkanku.

"Assiikkk....makasih Babah, oia... Umi sudah masak, nitip ya?nanti tolong makan siang kasih anak-anak." pintaku padamu

"Siiaaap..., tapi pulangnya sebelum jam 2 ya..., Babah mau pergi.  Gak papa kan?" Pintamu balik.

"Okee..., Insyaa Allah Umi sudah nyampe rumah sebelum jam 2." ujarku cepat.

Akupun meninggalkan cucian yang masih separuh belum kujemur, dan berangkat me time ala aku.

...

Aku pulang.
"Assalamualaikum..." Salamku ketika masuk rumah.

"Waalaikumsalam Umi..." Abang dan adek menyambutku ributnya ala anak-anak

"Sudah makan belum?" Tanyaku kepada mereka

"Belum..."jawab abang

Lho??ini sudah jam 1 lewat (ujarku dalam hati).  "Babah mana?" tanyaku kepada abang, anak pertamaku.

"Babah di atas Umi.  Tadi kami main di atas." Abang menjelaskan.

Akupun ke atas, menemui kamu. "Umi, babah pergi ya..." ujarmu

"Sayang, anak-anak belum makan ya? udah jam 1 ini. Kan tadi pagi umi sudah nitip tolong kasih makan anak-anak.  Ngapain aja dari tadi? Katanya siap.  Siap apanya??" Tanyaku kepadamu dengan seberondong pertanyaan dengan nada agak tinggi.

"Sudahlah, Umi capek.  Minum aja dulu.  Babah sibuk tadi, sisa pakaian sudah babah jemur." penjelasanmu pendek.

"Umi gak capek dan Umi gak bilang umi capek.  Jadi sibuk jemur pakaian? Terus anak-anak jadinya gak makan? Ya sudah, pergilah... Umi yang nyiapin makan anak-anak" Kataku dan seketika langsung meninggalkan kamu menyiapkan makan anak-anak.

Makanan sudah siap, kamu terdiam di ujung kamar.  Aku diamkan kamu. "Abang, Adek..., ayok makan" Kataku kepada anak-anak.

Tiba-tiba kamumeletakkan tasmu dengan agak keras ke lantai.  Kemudian kamu duduk di samping adek.  Mengaduk makanan di piring adek, menyuapi adek. 

"Lho..., gak jadi pergi? Terus kenapa pake banting tas? Tolong ya Babah, ga ada aturan di rumah ini banting barang.  Umi ga suka.  Kenapa? Babah kesal? Kesal kenapa? Kalo mau pergi, ya pergi aja."kataku kepadamu dengan bertubi-tubi pertanyaan.

Kamu diam saja.  Melihatkupun tidak.  Tanganmu masih sibuk mengaduk makanan di piring Adek.
Aku mulai kesal.  "Sayang...." Panggilku. 

Sayaaang..." Aku memanggilmu kembali.  Berulang-ulang.  Dan aku semakin kesal.  Aku pegang bahumu.  "Babah, Umi panggil.  Ngelihat aja gak! Gak kedengeran apa suara Umi? Apa Umi harus teriak dulu?" nada suaraku mulai tinggi.  Dan kamu tetap diam seolah-olah tidak mendengar suaraku yang mulai berteriak di sebelahmu. 

"Umi marah," Kataku pendek.  Aku meninggalkanmu.  Aku tidak mau semakin terlihat di depan anak-anak bagaimana marahnya aku.  Aku masuk kamar mandi.  Aku ingin menenangkan diri,  namun aku tidak puas, karena aku merasa butuh penjelasan.  Setelah mulai tenang, aku keluar kamar mandi dan bertanya dengan Abang, yang sudah menghabiskan makannya. 

"Tadi ngapain aja nak? Babah ngapain pas Umi gak ada?" tanyaku.

"Babah tadi ngurusin akuarium, Ember ikan dibelakang juga. Pokoknya beresin ikan-ikan Babah."

What!!! (Aku berteriak dalam hati). Kali ini aku benar-benar marah.  Jelas yang membuatnya sibuk adalah ikan-ikan itu, lalu mengapa bicara sibuk jemur sisa pakaian? Dan logikanya memang tidak mungkin menjemur pakaian yang tidak seberapa hingga berjam-jam.  Kamu barusan berhasil membuatku merasa bersalah karena meninggalkan pakaian yang belum selesai dijemur dan itu bikin kamu sibuk sehingga makan siang anak-anak ikut terlambat.
Seketika pecah tangisku.  Kamu menyembunyikan alasan membereskan ikan-ikan kesayanganmu dengan mengatakan alasan yang membuatku merasa terpojok. Sementara aku panggil, kamu seperti tidak peduli.  Aku berlari ke kamar.  Okee... Aku sudah tau alasannya. 

...

Kamu mendekatiku.  Aku balas tidak ingin mempedulikanmu hingga emosiku tenang.  Kamu tetap diam melihatku. 
"Sudah, pergilah.  Bukannya tadi mau pergi?" Kataku setelah tangisku mulai reda.  "Oia, Umi ga suka, babah banting-banting barang, sekalipun itu barang babah." Lanjutku. 

"Babah kesal." Katamu pendek.

Aku kaget.  Sebenarnya, siapa yang seharusnya kesal saat ini?
"Apa alasannya?" tanyaku.  "Karena terlambat pergi? Lhoo Umi pulang sebelum jam 2.  Tadi juga sudah disuruh pergilah.  Jadi kenapa kesal?" pertanyaanku menuntut sebuah penjelasan.

"Babah kesal dengan diri Babah sendiri." ujarmu.  "Babah tahu gak bisa memperkirakan waktu.  Dan memang anak-anak belum sempat makan.  Pas Umi juga sudah pulang.  Tiba-tiba Umi nanya kenapa anak-anak belum makan.  Babah bingung mau jawab apa.  Pasti Umi bakal marah kalau Babah bilang beresin ikan-ikan, sementara anak-anak belum dikasih makan.  Makanya gak tau mau ngomong apa, takut omongan babah nanti salah lagi. " Akhirnya kamu bicara panjang.
 
"Hufff..." Aku menghela nafas panjang.  "Babah..., Kalau babah bicara jujur dari awal, akan lebih baik bagi Umi.  Kemungkinan besar umi akan kesal, tapi umi jauh lebih marah jika Babah tidak terbuka, seolah-olah Umi melarang Babah mengurusi ikan-ikan babah.  Justru dengan alasan babah terlambat memberikan makan kepada anak-anak karena sibuk menjemur sisa pakaian, membuat umi merasa heran, karena babah sendiri yang tadi pagi menyanggupi. " Kataku lagi

"Iya Umi..., jadi babah mesti gimana sekarang?" tanyamu kepadaku.

"Babah maunya gimana?" tanyaku balik.

"Kalau tiba-tiba babah kesal, tolong diamkan dulu babah sesaat," ujarmu.

"Bagaimana Umi tahu kalo Babah kesal? Dengan banting barang? Ohw...umi tidak setuju" sahutku cepat.

"Oke, Babah minta maaf karena kelepasan.  Babah bakal ngomong.  Dan tolong Umi tidak berkata apa-apa dulu, tidak usah mendekati babah dulu, " katamu lagi.

"Umi setuju,  Umi akan berikan babah waktu.  Tapi ingat Umi juga butuh kepastian waktu berapa lama Umi harus menunggu sebuah penjelasan.   Jadi ga berasa gak dicuekin juga, Umi juga minta maaf tadi nada bicaranya agak tinggi..." Akupun membalas.

"Bukan agak, tapi memang tinggi, hehee..," Katamu sambil tersenyum

"Hahahaa..., maklumlah, namanya cewek,"  Aku memberi alasan tak mau kalah.

Kamipun tertawa bersama.  Kamupun jadi pergi dengan perasaan lebih tenang, walaupun waktunya lebih terlambat. Upps...

Entah mengapa ketika semuanya selesai dibicarakan, ada perasaan lega.  Kami berpelukan tanda permasalahan kami sudah selesai.  Setelah dipikir-pikir, permasalahan tadi sangat kecil dan tidak seberapa, namun bisa membuat emosi jadi naik turun.
Komunikasi butuh kejujuran, terkadang butuh kesepakatan, namun yang tak kalah penting butuh pengertian dan pemahaman diantara kedua belah pihak agar tidak menimbulkan kesalahpahaman.
Komunikasi juga butuh kondisi fisik dan mental yang siap.  Tidak sedang lelah ataupun lemah. Saling memaafkan membuat semuanya menjadi hati lebih tenang. -@her.lya.inda-

Akhirnya kami menyepakati ulang sesuatu hal yang sebenarnya sudah pernah kami buat di awal pernikahan.  Mungkin karena sudah lama kami tidak miss komunikasi.  Atau karena kami terlupa bahwa sebenarnya kami memang butuh komunikasi.



#day4




*With LOVE,

@her.lyaa

Posting Komentar

5 Komentar

  1. Wahbsudah hari keempat, lumayan ya tantangannya? Kalau saya baru hari ketiga. Lanjutkan, bunda.

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih mbak sudah berkenan mampir ^^

      Hapus
  2. Ini yg saya belum bisa berkomunikasi dgn pasangan dan mengatakan apa yg sy rasa dan saya inginkan...gmn cr memulainya ya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. mungkin mengalir saja ya mbak? walaupun awalanya sulit..dan memang akan selalu berproses... Insyaa Allah menemukan jalan tengah

      Hapus
  3. Waah kereen.. rasanya kaya lagi baca cerpen.. 💜💜semoga selalu bisa menerapkan komprod, agar tidak terjadi miss komunikasi lagi.. :)

    BalasHapus

Yuk tinggalkan komentar baik dan cerdas🤗

Terimakasih... 🙏